Membangun Martabat Kehidupan Merajut Institusi Pendidikan dan Gereja yang Inklusif pada Anak Berkebutuhan Khusus (ABK)

55
0

MSM TV, Jakarta – Adapun istilah lain dari kebutuhan khusus, seperti disability, impairment, dan handicap. World Health Organization (WHO). (dalam Desiningrum, 2016) mendefinisikan masing-masing istilah, sebagai berikut: Disability (disabilitas) yaitu keterbatasan atau ketidakmampuan seseorang saat melakukan suatu aktivitas, biasanya digunakan pada tingkat individu.

Impairment yaitu kehilangan atau ketidaknormalan yang terjadi secara psikologis atau pada struktur dan fungsi anatomi, biasanya digunakan pada tingkat organ. Handicap yaitu ketidakberuntungan seseorang yang disebabkan oleh disabilitas atau impairment yang membatasi atau menghambat aktivitas secara normal.

Sebagai contoh, seseorang yang menggunakan kursi roda mungkin akan mengalami handicap yang disebabkan oleh ketidaksesuaian arsitektur bangunan atau reaksi orang lain terhadap pengguna kursi roda. Jadi orang lain juga bisa menjadi handicap ketika memiliki perbedaan dengan orang kebanyakan (warna kulit, ukuran tubuh, penampilan, bahasa, dsb) dengan memberikan mereka cap tertentu (stereotipe) atau tidak memberi mereka kesempatan untuk melakukan sesuatu yang bisa mereka lakukan.

Pemerintah Indonesia mendefinisikan arti kata disabilitas dalam Undang-Undang Republik Indonesia (UU No 8 Tahun 2016). Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensoris dalam jangka waktu lama dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak.

Ragam penyandang disabilitas dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Jadi, disabilitas adalah keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensoris seseorang yang dialami dalam jangka waktu lama yang menghambat aktivitas tertentu karena ketiadaan akses lingkungan yang mendukung.

Dalam UU No 8 Tahun 2016, Penyandang disabilitas memiliki beberapa hak, yakni: Hak pendidikan; Hak pekerjaan; Hak kesehatan; Hak politik; Hak keagaamaan; Hak keolahragaan; Hak kebudayaan dan pariwisata; Hak kesejahteraan sosial; Hak aksesibilitas; Hak pelayanan publik; Hak perlindungan dari bencana; Hak habilitasi dan rehabilitasi; Hak pendataan; Hak hidup secara mandiri dan dilibatkan dalam masyarakat; Hak berekspresi, berkomunikasi, dan memperoleh informasi; Hak kewarganegaraan; Hak bebas dari diskriminasi, penelantaran, penyiksaan, dan eksploitasi; serta Hak keadilan dan perlindungan hukum.

Disabilitas bukan berarti menjadi hambatan untuk menjalani kehidupan. Penyandang disabilitas tidak berarti mereka tidak bisa melakukan apa-apa. Mereka sama seperti kita, hanya saja memiliki cara yang berbeda dalam melakukan suatu aktivitas yang tidak dapat mereka lakukan karena keterbatasannya.

Mari kita berusaha memahami para penyandang disabilitas sebagai dukungan bagi mereka untuk berkembang dan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat.

Disisi lain, Dirjen Pendidikan anak Usia Dini, Pendidikan Dasar Menegah, Kemendikbudristek Iwan Syahril mengatakan, sebagai upaya memberikan pemahaman terkait pendidikan inklusif, Kemendikbudristek telah dan akan terus menguatkan pelatihan bagi guru-guru, dalam menyusun dan mengimplementasikan rencana pembelajaran, yang dapat diimplementasikan untuk seluruh peserta didik apapun latar belakangnya.

“Tahun depan kata Iwan Sahril, kita akan meluncurkan pelatihan berjenjang dengan skema belajar mandiri melalui platform Merdeka Mengajar untuk pendidikan inklusif yang dapat diikuti oleh semua guru di Indonesia”, katanya saat membuka Peringatan Hari Disabilitas Internasional 2023, di Jakarta, Senin (11/12).

Bulan lalu, Laudato Si sektor Pendidikan menyampaikan tema diskusi “Membangun Martabat Kehidupan Merajut Institusi Pendidikan dan Gereja yang Inklusif pada Anak Berkebutuhan Khusus “(ABK) sebuah tema dalam Diskusi Laudato SI Action Platform Sektor Pendidikan yang diselenggarakan Desember lalu.

Ada sebuah filosofi di sekolah inklusi kata moderator “menghargai keberagaman, terbuka terhadap perbedaan “. Anak-anak yang terlahir dengan hambatan tertentu (keterbatasan fisik, mental-intelektual, sosial, emosional) dalam proses pertumbuhan atau perkembangannya memerlukan parenting khusus dan pelayanan pendidikan khusus.

Namun sejatinya, anak-anak disabilitas tetaplah pribadi yang memiliki potensi dan kemampuan untuk tumbuh menjadi lebih baik dalam lingkungan yang mampu mendukung dan menguatkan potensi tumbuh kembang tersebut. Anak-anak dengan kebutuhan khususnya ini sering mendapatkan perlakuan yang tak begitu ramah.

Di lingkungan rumah, anak-anak disabilitas sangat sering tidak menemukan lingkungan yang menguatkan potensi tumbuh kembang mereka. Kadang bahkan, Anak-anak disabilitas terkesan “disembunyikan “ oleh keluarga.

Kalaupun orang tua mereka memiliki perhatian dan komitmen lebih pada anak disabilitas mereka, seringkali mereka tidak memiliki pemahaman dan kemampuan yang memadai untuk mewujudkan komitmen itu.

DI sisi lain, institusi pendidikan juga belum terlalu memahami (terkecuali pendidikan luar biasa) proses belajar mengajar yang selaras dengan kebutuhan anak disabilitas. Di sekolah umum dengan pendidikan inklusi, yang memberi ruang bagi anak-anak dengan kategori khusus masih terdapat sejumlah persoalan bagaimana memperlakukan anak-anak ini secara penuh sehingga mereka juga mengalami proses tumbuh kembang secara baik.

Di dalam Gereja, sekalipun kesadaran akan kebutuhan khas bagi anak disabilitas mulai tumbuh, masih terdapat persoalan besar untuk membangun kesadaran umat dan menyelaraskan pelayanan pastoral yang menjawab persoalan mereka. Pendidikan kepada keluarga, lembaga pendidikan, dan Gereja, masih harus terus diupayakan agar anak-anak berkebutuhan khusus ini mendapat ruang yang nyaman dan aman untuk bertumbuh dan berkembang.

Meski dihadapkan pada keterbatasan, mereka tetaplah pribadi yang berharga yang memancarkan citra dan kasih Allah, mengutip Yesaya “engkau berharga berharga dimataKu dan mulia dan Aku ini mengasihi engkau (Yes 43 : 4).

Kita harus terus mengupayakan pengakuan terhadap setiap pribadi siapapun itu, bahwa mereka memliki martabat yang sama sebagai anak-anak Allah.

Menanggapi sejumlah keprihatinan yang ada, dan berupaya menggali lebih jauh pun juga upaya-upaya yang sudah dilakukan untuk memberikan ruang, perlakuan, dan pendampingan yang mereka butuhkan, Laudato ‘si Indonesia Sektor pendidikan bekerja sama dengan Yayasan Karya Murni Medan dan SLB/B “DENA UPAKARA “ Wonosobo menyelenggarakan FGD online dengan tema “Membangun Martabat Kehidupan Merajut Institusi Pendidikan dan Gereja yang Inklusif pada Anak Berkebutuhan Khusus.

dengan pembicara :
1. Dr.Edilburga Yayie Saptandari (Dosen Psikologi dan pemerhati pendidikan anak disabilitas) 2. Sr Ester PMY Wonosobo
3. Sr. Adriani KSSY, Yayasan Karya Murni, Medan
Jangan lupa juga untuk subscibe YouTube kami ya? tutup panitia (Ring-o)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here