MSM TV (MSM Network), Cilincing Jakarta Utara – Di tengah hiruk-pikuk kota Jakarta yang penuh dinamika, terdapat sebuah kawasan yang tetap mempertahankan keseharian yang sederhana namun kaya akan tradisi: pesisir Pantai Cilincing. Bagi banyak orang, tempat ini mungkin belum begitu dikenal, namun bagi para nelayan yang mengais rezeki dari laut, Cilincing adalah sumber kehidupan yang tak ternilai. Pada kesempatan ini, sekelompok mahasiswa asal Australia berkesempatan mengunjungi Masjid Jami Al-Alam dan berinteraksi langsung dengan masyarakat nelayan pesisir pantai Cilincing.
Masjid Jami Al-Alam yang terletak tak jauh dari garis pantai, menjadi tempat berkumpul dan beribadah bagi masyarakat setempat. Dengan desain arsitektur yang sederhana namun megah, masjid ini juga memiliki makna mendalam bagi komunitas di sekitar pantai. “Masjid ini bukan hanya tempat beribadah, tetapi juga menjadi pusat kegiatan sosial masyarakat,” kata Ustadz Muhammad Ridwan Syafi’i, salah satu tokoh agama setempat.
Kehadiran masjid ini sangat penting, terutama bagi nelayan yang seringkali beraktivitas hingga larut malam dan membutuhkan tempat untuk bersilaturahmi serta memperdalam spiritualitas mereka. Para mahasiswa Australia yang berkunjung merasa terkesan dengan ketenangan yang ditawarkan oleh masjid ini, yang terlihat berbeda dengan kesibukan kota Jakarta yang lebih modern.
Kehidupan yang Penuh Kerja Keras dan Harapan
Setelah mengunjungi masjid, para melanjutkan perjalanan mereka ke rumah-rumah nelayan yang sederhana, di mana kehidupan mereka masih sangat bergantung pada hasil laut. Mayoritas penduduk Cilincing menghidupi diri mereka sebagai nelayan, dengan melaut sebagai pekerjaan utama. Namun, seperti halnya masyarakat nelayan lainnya, mereka juga menghadapi tantangan besar, seperti perubahan cuaca yang tak menentu dan masalah polusi laut yang semakin memperburuk keadaan.
Dalam obrolan santai dengan beberapa nelayan, para mahasiswa ini mendengar kisah-kisah tentang perjuangan mereka untuk mencari nafkah. “Kami bekerja keras untuk keluarga, tapi kami juga harus berjuang melawan dampak polusi dan penurunan hasil tangkapan ikan. Kami berharap ada perhatian lebih dari pemerintah untuk membantu kami,” ujar Pak Suhada, warga Indramayu, seorang nelayan berusia 48 tahun.
Selain itu, banyak nelayan yang berharap agar generasi muda lebih tertarik untuk melanjutkan profesi mereka, meskipun tantangannya cukup berat. Beberapa nelayan mulai melibatkan anak-anak mereka dalam dunia perikanan, namun dengan harapan agar sektor ini dapat berkembang lebih baik di masa depan.
Bagi para mahasiswa Australia, kunjungan ini memberikan banyak pelajaran berharga. Mereka dapat melihat langsung bagaimana masyarakat di pesisir pantai Cilincing menggabungkan kehidupan religius, sosial, dan ekonomi dalam keseharian mereka. Salah satu mahasiswa, Sarah, mengungkapkan, “Kami sering mendengar tentang Jakarta sebagai kota yang sibuk, tapi melihat masyarakat di Cilincing memberi kami perspektif baru tentang bagaimana kota ini berkembang. Ada banyak keragaman di sini, dan banyak hal yang bisa dipelajari dari cara hidup mereka yang sederhana namun penuh makna.”
Kunjungan ke Masjid Jami Al-Alam dan masyarakat nelayan di Pantai Cilincing memberikan wawasan yang sangat berharga bagi para mahasiswa Australia. Di tengah tantangan global seperti perubahan iklim dan degradasi lingkungan, masyarakat nelayan Cilincing tetap menunjukkan semangat untuk bertahan hidup dengan cara mereka sendiri, menggabungkan tradisi agama, nilai-nilai komunitas, dan kehidupan yang penuh kerja keras.
Dengan adanya kesempatan ini, mereka tidak hanya belajar tentang perbedaan budaya, tetapi juga tentang bagaimana kekuatan komunitas dan ketahanan manusia dapat mengatasi berbagai tantangan dalam kehidupan sehari-hari. Sebuah pengalaman yang membuka mata tentang realitas kehidupan di balik gemerlapnya kota besar seperti Jakarta.
Komarudin
Jurnalis DKI Jakarta