MSM TV, Singkawang Kalbar – Masih segar dalam ingatan atas terbitnya Surat Edaran Pj.Walikota No.100.3/716/SETDA.HK Tetang “Penghentian Sementara Kegiatan Pembangunan’, yang diterbitkan per 04 Mei 2023 lalu, usai dilaksanakannya konsolidasi dan giat turun lapangan bersama yg dihadiri dan dikomandoi langsung oleh Pj. Walikota Singkawang langsung “Sumastro dan Ketua DPRD Singkawang langsung “Sujianto, berikut dihadiri juga oleh Kapolres Singkawang, Dandim 1202-ABW, Forkopimda serta OPD teknis terkait dan juga Tokoh masyarakat Gunung Sari RT.54 RW.13 Kecamatan Singkawang Barat ke lokasi pembangunan proyek pribadi yang menjadi konflik dan polemik hangat dalam beberapa bulan terakhir ini.
Namun sangat disayangkan hingga pada hari ini pun, Minggu 21 Mei 2023 si pemilik atas tanah tetap bersikukuh dan tetap terus melakukan kegiatan pembangunannya diatas tanah atau lahan miliknya, yang mana akhirnya menuai konflik dan polemik kesenjangan sosial serta dampak lingkungan berupa potensi musibah banjir air bah tambahan yang merugikan juga acap melanda, sebagai momok musibah bagi warga gunung sari seiring waktu ke waktu dari tahun lalu dengan hal serupa dari tahun sebelumnya.
Yang mana diketahui bersama selama 2 tahun terakhir ini, permasalahan banjir air bah kuning pekat dengan debit serta luapan air yang cukup besar sering melanda kawasan permukiman warga setempat yang mengakibatkan luapan banjir bah kuning pekat beserta material yang meluber hingga ke jalan protokol kota Singkawang disekitaran Jln Ahmad Yani – Jln Diponegoro (persimpangan mahkota hotel) Singkawang.
Dan musibah banjir tersebut terjadi tanpa harus menunggu waktu curah hujan yang cukup lama,
berintensitas lebat tak sampai dalam kurun waktu 1 jam sudah meluber membanjiri pemukiman dan sekitarnya.
Lalu apa kekuatan secara hukum atas surat edaran Pj walikota tersebut, dimana sudah jelas dalam terdapat 2 point utama yang tertuang dan itu adalah surat pemberhentian kegiatan kerja sementara dengan maksud dan tujuan yang jelas, apabila hingga hari ini terkesan seenaknya dilanggar oleh pihak pemilik yang ditujukan atas surat tersebut, lalu apa arti konsolidasi dan turun lapangan peninjauan langsung gabungan jika hingga saat ini masih tetap dilakukan oleh pihak pembangun tersebut, seakan surat dan giat lintas OPD gabungan bersama APH pun tidak dipatuhi oleh pihak pembangun?!? Dan hal tersebut menjadi pertanyaan besar, akan kuat atau lemahnya upaya penegakan dan penertiban yang terjadi belakangan ini.
“Kami jadi bertanya tanya, sehebat itukah pihak pembangun dengan enak dan semaunya tetap melakukan kegiatan pembangunan di dalam tanah atas hak miliknya, yang mana kami ketahui hingga hari ini tidak pernah ada sama sekali koordinasi terbuka dari awal sebagai wujud itikad baik, entah itu koordinasi kepada pihak warga juga aparatur kelurahan atau lainnya yang berkompeten dan yang kami ketahui bahwa pembangunan tersebut tidak dilengkapi dokumen legalitas yg seharusnya, karna setahu dari hasil kroscek dilapangan dan komunikasi dengan pihak lainnya menerangkan bahwa IMB yg selalu jadi acuan pegangan si pemilik itu sudah mati alias kadaluarsa sejak 2010-2011 lalu, dan hingga saat ini tidak dilengkapi dengan PBG sesuai aturan yang berlaku dalam perubahan mekanisme yang seharusnya.
Pada dasarnya kami warga Gunung Sari, tidak menolak adanya pembangunan didaerah kami, tapi terkait pembangunan dikawasan perbukitan yang notabene dapat menimbulkan musibah seperti sebelumnya juga pernah terjadi dan hingga sekarang belum mendapatkan solusi yg maksimal, tentunya hal tersebut menjadi momok was was bagi kami yg tinggal di sekitaran pemukiman tersebut.
“Silahkan membangun, itu hak dia, tapi pertimbangkan kajian teknis dan dampak lingkungan yg bisa timbul dan terjadi, jangan kepentingan perorangan menjadi musibah yang mengorbankan banyak pihak.
Kita ini hidup bersosialisasi bukan individual, apalagi ada faktor lingkungan yang menopang keberadaan manusia disekitarnya yang menjadi korban. Dimana jadinya kalo seperti ini letak dari sebuah ketegasan dalam satu kebijakan pemerintah, lalu diimana arti penertiban dan peran perundangan, saksi dan hukum yang seharusnya harus diterapkan dan dibela sebagai wujud keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Sementara kami, warga RT 54 yg juga bagian masyarakat kota Singkawang, tetap menerima momok secara makro sebagai warga terdampak yg hingga kini belum menerima solusi maksimal, yang terkesan terkorbankan dan terkalahkan oleh oknum tersebut demi kepentingan mikro atau pribadinya.
Ruang Hijau yang notabene dulunya kawasan hijau dengan RTH yang berfungsi sbg daerah resapan dan pengantisipasian bencana alam longsor dan banjir pun seakan cuma kiasan di bagian peta tata ruang yg hanya menjadi sebuah tontonan mengorbankan aspek sosial juga keberadaan lingkungan juga peranan ekosistem terhadap manusia disekitarnya.Mohon sekiranya menjadi atensi yg urgent, karena kami selaku warga pun punya hak atas keadilan yang sama (Sumber pegiat lingkungan dan konservasi PA para lesta Hatta Athar yudhistira, singkawang)
Ditempat terpisah Aktivis Dpw Lsm Forum asfirasi dan Advokasi masyarakat Wilayah Kalbar,Edi Ashari S.H.,Angkat bicara terkait hal ini, Pemerintah kota singkawang harus lebih proaktif dalam mengatasi hal ini. Edi Ashari ,S.H., meminta pihak yang melakukan pelanggaran sebaiknya di tindak tegas agar ada efek jera,bila perlu diberi sanksi berat dan denda kepada pelaku pelanggar perusak lingkungan,”tegas Edi ashari S.H.,
(Humas & Antar Lembaga IWO INDONESIA Kalbar)
(Hepni JK)